Kau dan Dia

Dia,
Tak pernah mengeluhkan debu kapur berterbangan yang menyesakkan dadanya.
Dia,
Tak pernah mengeluhkan bau spidol menyeruak yang menyengat hidungnya.

Dia telah mengorbankan waktunya,
Waktu yang bisa ia gunakan untuk mengerjakan pekerjaan lain,
Waktu yang bisa ia gunakan untuk keluarganya,
Waktu yang bisa ia gunakan untuk beristirahat,
Ia korbankan itu semua hanya untuk mendidikmu di sekolah,
Tak sekedar mengajarimu ilmu namun jua mendidik akhlakmu.
Tak sekedar memberi petuah namun jua menjadi teladan untukmu.

Apa? Apa kau mengeluh saat belaian ibu membangunkanmu di pagi hari untuk sekolah?
Andai kau tahu seberapa shubuh dia bangun untuk menyiapkan semuanya?
Pernahkah kau mendengar cerita bahwa di pagi buta dia terburu-buru membereskan rumah dan menyiapkan sarapan untuk keluarganya sebelum mendidikmu di sekolah?
Pernahkah kau mendengar cerita bahwa di pagi buta dia mempersiapkan ilmu-ilmu terbaik untuk disampaikan kepadamu di sekolah?

Apa? Apa kau mengeluh saat kau harus belajar di sekolah?
Andai kau tahu bagaimana perasaan dia melihatmu begitu?
Di saat kau hanya cukup memperhatikannya, dia harus mempersiapkan semua yang akan dia sampaikan padamu.
Di saat kau hanya cukup mengerjakan, dia harus berputar otak mencari pertanyaan-pertanyaan untukmu.
Di saat kau hanya cukup mengajukan pertanyaan, dia harus memikirkan jawaban terbaik apa yang harus dia sampaikan padamu—sebab dia tahu persis, yang paling sulit dari menjawab pertanyaanmu bukanlah mencari jawaban namun cara menyampaikan jawaban agar kau dapat mengerti.

Apa? Apa kau mengeluh saat dia memberimu tugas?
Andai kau tahu apa tujuan sebenarnya dia memberimu tugas?
Kau cukup mengerjakan tugas itu,
Namun, dia harus memikirkan tugas apa yang kira-kira tepat untukmu.
Kau cukup mengerjakan tugas itu,
Namun, dia harus memikirkan andaikan kau salah menjawab, harus seperti apa dia menjelaskan ilmu itu padamu.

Apa? Apa kau mengeluh saat dia menegurmu?
Andai kau tahu mengapa dia sampai seperti itu?
Di pundaknya tersimpan amanah dan tanggung jawab yang begitu besar.
Apa kau tahu, orang tuamu menitipkan dirimu padanya bukan sekedar untuk memberimu berbagai ilmu namun jua mendidikmu menjadi insan yang sejati?
Apa kau tahu, di akhirat nanti kelak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas hal itu?

Kau tahu, saat kau tak jua mengerti, dia merasa sangat sedih.
Tidak! Dia sedih bukan karena kau tak bisa.
Dia sedih karena dia merasa gagal menjalankan tugasnya.
Dia sedih karena dia tak dapat melaksanakan amanahnya.
Lalu, dia akan berpikir begitu keras,
Harus seperti apa dia menyampaikan agar kau dapat mengerti?

Kau tahu, saat kau tak jua menjadi baik, dia merasa sangat sedih.
Tidak! Dia sedih bukan karena kelakuanmu.
Dia sedih karena dia merasa gagal mendidikmu.
Dia sedih karena dia merasa gagal menjalankan kewajibannya.
Dia sedih karena dia takut, di akhirat kelak, tentu hal itu harus dipertanggung jawabkannya.
Lalu, dia akan kembali berpikir keras,
Harus seperti apa dia menyampaikan agar kau mau mengamalkan?

Kau tahu, bebannya sangat berat.
Namun, pernahkah kau mendengar keluhan darinya?
Tidak!
Di depanmu ia tak tampakkan lelah itu.
Di depanmu ia tak tampakkan kecewa itu.
Di depanmu ia tak tampakkan sedih itu.
Berbeda sekali denganmu.
Yang menampakkan muka masam padanya.
Yang menjelek-jelekkan dia di belakangnya.
Yang mengeluh selalu tentangnya.

Kawan, mulai detik ini,
Mari kita renungi bersama,
Seberapa besar jasa dia untuk kita semua?
Seberapa banyak pengorbanan dia untuk kita semua?
Namun,
Pernahkah ia meminta kita untuk membalasnya?
Membalas setiap untaian kata yang keluar dari mulutnya?
Membalas setiap untaian do’a yang keluar dari hatinya?
Membalas setiap untaian letih yang keluar dari tubuhnya?

Lalu,
Kita renungi kembali,
Pernahkah kau memberinya hadiah kecil, sekali saja?
Pernahkah kau berbuat baik padanya, sekali saja?
Pernahkah kau mengucapkan terima kasih padanya, sekali saja?
Pernahkah kau mendo’akannya, sekali saja?

Jika belum,
Mari kita mulai dari detik ini,
Dan biarkan malaikat-malaikat di sampingmu menjadi saksi atas munculnya azzam baru yang kau tancap dalam hati.
Azzam untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam memuliakannya.

——–

PS: Kau tahu siapa ‘dia’ kan?

Leave a comment