Pelangi Ukhuwah

Berbicara ukhuwah memang tak ada habisnya | ia akan terus ada selama manusia itu sendiri ada

Sebab ianya menyatukan beragam warna | maka dibutuhkan kesabaran di dalamnya

Karena ukhuwah menyatukan bermacam karakter jiwa | maka diperlukan adanya pemahaman

Ukhuwah itu terlihat indah | bukan karena kita sama dalam semua hal

Namun karena kita saling mengerti dan melengkapi | seperti pada pelangi

Ia indah karena jutaan warnanya | yang terlukis saling mengisi

#PelangiUkhuwah | Vea ummu syauqi

Saatnya Kita Peduli

Sekarang | bukan saatnya untuk menyalahkan yang lain

Sekarang | bukan saatnya untuk merasa yang paling benar

Sekarang | saatnya untuk rapatkan barisan umat

Sekarang | saatnya untuk membela saudara kita yang terdzalimi di luar sana

Masih pantaskah kita berdebat siapa yang paling benar | saat saudara kita di mesir sana tengah dibantai?

Rubah argumen untuk berdebat itu dengan do’a tuk saudara kita

Rubag argumen untuk berdebat itu dengan menyebarluaskan tanda kepedulian kita untuk mereka

Ajak orang sebanyak-banyaknya untuk membantu mereka | walau itu hanya sebatas do’a

Karena sebaris do’a pun | sudah sangatlah berarti untuk mereka

#SaatnyaKitaPeduli | Vea ummu syauqi
‪#‎SaveEgypt‬ ‪#‎R4BIA‬

Bersatu Dalam Ukhuwah

Sudah bukan menjadi rahasia | ukhuwah islamiyah memang luar biasa

Saat seorang muslim terdzalimi | muslim yang lain siap membela dengan berbagai cara

Dari aksi nyata yang luar biasa | hingga aksi dalam diam berupa do’a

Karena dalam islam | nyawa seorang muslim lebih berharga daripada dunia dan seisinya

Saat semua muslim bersatu | islam akan menguasai dunia

Dan itulah yang ditakutkan para zionis | hingga mereka melakukan berbagai cara untuk memecahbelahkan kita

Maka kuncinya rapatkan kembali ukhuwah islamiyah | lengkapi kekurangan satu yang lainnya

Allah menciptakan kita berbeda-beda bukan untuk saling merasa hebat dari yang lain | tapi untuk saling memahami dan melengkapi

‪#‎BersatuDalamUkhuwah‬ | Vea ummu syauqi
‪#‎SaveEgypt‬ ‪#‎R4BIA‬

Merdeka!

Merdeka | bukanlah berarti bebas berfoya-foya dan bebas melakukan apa saja

Merdeka | bukanlah sekedar pesta pora belaka

Merdeka | seharusnya bukan sekedar upacara bendera belaka

Merdeka | seharusnya bukan sekedar mengikuti lomba di kampung semata

Merdeka | kata ini harusnya membuka hati nurani kita

Merdeka | seharusnya membuat kita semakin peduli pada kedzaliman-kedzaliman yang terjadi di luar negeri

Merdeka | seharusnya membuat kita semakin bersimpati, terlebih berempati

Merdeka | pun harusnya menjadi cermin bagi kita tuk bersiap diri | sebab, tantangan baru tengah menanti

Sebab, merdeka bukanlah akhir perjuangan | ianya adalah awal perjuangan

Sebab, saat kata merdeka telah diproklamirkan | hakikatnya perjuangan baru yang lain tengah menanti

‪#‎Merdeka‬ | Vea ummu syauqi
‪#‎DirgahayuIndonesia‬ ‪#‎17AgustusBerdarah‬ ‪#‎SaveEgypt

Mengapa Kau Masih Tak Peduli?

Mengapa? Mengapa kau hanya berdiam diri saat kau tahu saudara muslimmu tengah didzalimi? Mengapa kau hanya berdiam diri saat melihat berita mereka di tv? Mengapa kau hanya berdiam diri saat mereka satu per satu dibunuhi?

Mengapa? Mengapa kau masih tak peduli? Saat mereka yang gugur terus bertambah dari hari ke hari. Mengapa kau masih menutup mata hati? Saat mereka yang syahid terus bertambah—pergi meninggalkan bumi ini.

Mengapa? Mengapa kau menutup telinga kanan dan kiri? Saat kedzaliman di sana terus terjadi. Mengapa kau tak sedikit pun bersimpati? Saat umat muslim tak berhenti disakiti.

Pernahkah? Pernahkah sekali saja kau coba tuk memahami? Bagaimana perasaan mereka saat didzalimi? Pernahkah sekali saja kau coba tempatkan diri? Bagaimana perasaanmu jika itu terjadi pada dirimu sendiri?

Masihkah? Masihkah kau tak ingin berempati? Setelah semua informasi yang kau ketahui. Masihkah kau tak ingin peduli? Setelah semua kenyataan yang terhampar mengiris hati.

Bukankah seharusnya muslim itu ibarat satu tubuh? Satu bagian terluka, bagian lain turut merasakannya. Maka, pantaskah kita tidak peduli? Masih pantaskah kita bersikap tidak peduli?

Bukankah seharusnya setiap muslim itu bersaudara? Tapi mengapa kau masih saja berkata,’Untuk apa mengurusi mereka, negeri ini saja masih tak terurus!”? Apakah persaudaraan muslim musnah begitu saja dibatasi negara? Seperti itukah Rasulullah memberi contoh pada kita?

Pernahkah? Setetes saja kau keluarkan air matamu melihat penderitaan mereka? Pernahkah kau bandingkan? Lebih banyak mana? Darah yang tumpah ruah di sana? Atau tangis kepedulianmu pada mereka?

Beratkah? Begitu beratkah bagimu mengirimkan sebait do’a untuk mereka? Sebegitu beratkah lisanmu untuk mengatakannya? Sebegitu beratkah qalbumu tuk melantunkannya?

Sahabat, sejenak saja, ucapkan do’a untuk mereka sejenak saja. Allaahummanshur ikhwaananal musslimiina fi Mishr fi Syria fi Filistin wa fii kulli makan wa fi kulli zaman. Aamiin.

Terakhir, saya tutup dengan sebuah quotes penuh makna dari Perdana Menteri Turki, Erdogan,”Anda tidak perlu menjadi rakyat Mesir untuk bersimpati, anda hanya perlu menjadi manusia,”

Bahan muhasabah untuk diri yang seringkali tak peduli pada derita saudara muslim di bumi Allah ini 😥

Bumi Allah, 16 Agustus 2013, 22.20

 

Invea Nur Mukti Lestari

Kami Peduli

Kita semua dicipta | dengan keadaan yang berbeda

Agar kita belajar saling memahami | peduli, simpati dan empati

Tuk saling berbagi | senyum, harta dan do’a

Tapi mengapa masih ada yang tak mau mengerti? | darah masih tumpah ruah di bumi ini

Mari buka mata hati | belajarlah untuk lebih peduli

#KamiPeduli |  Vea ummu syauqi
‪#‎SaveEgypt‬

Muslim Itu Bersaudara

Seharusnya, muslim itu ibarat satu tubuh | satu bagian terluka, bagian lain turut merasakannya

Seharusnya, muslim itu ibarat sebuah bangunan | satu bagian rusak, tak akan jadi seutuhnya

Karena setiap muslim bersaudara | sudah seharusnya kita membantu sesama

Tak peduli ras, suku ataupun negara | setiap muslim tetaplah saudara

Maka buka mata hati kita | derita muslim di luar sana pun derita kita jua

Mari kita bantu mereka | seminimal-minimalnya dengan do’a

‪#‎MuslimItuBersaudara‬ | Vea ummu syauqi
‪#‎SaveEgypt‬

Ukhuwah Dakwah

Dakwah itu memang berat | amanah yang kau pikul setara dengan kata yang kau ucapkan

Dakwah itu memang berat | karenanya ia tak bisa kau pikul sendirian

Maka itulah adanya ukhuwah | menguatkan kita tuk kerjakan dakwah

Karena itulah ada ukhuwah | yang menguatkan saat kita akan menyerah

Maka terus berdakwah dengan ukhuwah | bersama-sama kita raih Jannah-Nya

‪#‎UkhuwahDakwah‬ | Vea ummu syauqi

Untuk Sebuah Mentoring

Mentoring, mungkin itu bukanlah kata asing bagi seseorang yang mengikuti kegiatan LDS/LDK di lingkungannya. Sebuah lingkaran yang senantiasa hadir dijadwalkan seminggu sekali. Sebuah perkumpulan di mana tiada akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya. Sebuah pertemuan di mana ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi majelisnya, malaikat menaungi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisiNya.

Mentoring, alangkah indahnya kegiatan tarbiyah ini. Di mana ayat-ayat suci dilantunkan. Hafalan-hafalan Qur’an dan hadits di setorkan. Serta ilmu ditambahkan. Dalam perkumpulan inilah silaturahmi senantiasa dikencangkan. Satu sama lain saling berbagi. Satu sama lain saling memberi. Satu sama lain saling memotivasi.

Mentoring, saking menawannya kegiatan ini, dapat kita lihat betapa orang-orang di luar sana banyak berkorban untuk meraihnya. Lihatlah, di luar sana masih ada sekelompok rohis yang pontang-panting mencari murabbi untuk dapat membimbing mereka. Lihat, di luar sana masih ada yang terseok-seok menghadapi perjalanan berpuluh kilometer hanya untuk dapat menghadiri mentoring sekalipun hanya sekedar mendengar do’a rabithah sebagai penutup.

Maka, mengapa kita masih bermalas-malasan menghadiri perkumpulan itu? Mengapa kita masih sulit meluangkan waktu dua jam untuk mentoring dari 168 jam yang telah Allah berikan dalam seminggu untuk kita? Bukankah jika begitu sama saja dengan kita mengkufuri nikmat yang telah Allah berikan pada kita?

Sahabat, mentoring mungkin bukan segala-galanya, tapi bukankah segala-galanya bermula dari mentoring? Bukankah sahabat sering mendengar itu dalam versi yang lain? Ya, tarbiyah memang bukan segala-galanya, tapi bukankah segala-galanya bermula dari tarbiyah?

Lantas, saat kita hendak izin untuk tidak menghadiri suatu khalaqah, cobalah kita pikirkan saudara-saudara muslim di luar sana yang harus berkorban begitu dalam untuk dapat menghadiri liqo. Dapatkah sahabat bayangkan, anak-anak palestina yang tetap berjalan teguh menghadiri liqo sekalipun di sepanjang perjalanan peluru dan senjata zionis senantiasa menghampiri mereka? Dapatkah sahabat bayangkan anak-anak palestina yang bahkan harus menelan kertas berisikan ayat yang harus mereka hafal agar tidak dibunuh oleh musuh Allah? Jika mereka saja yang terancam meregang nyawa untuk menghadiri suatu khalaqah tetap penuh semangat menghadiri liqo, mengapa kita yang sudah terfasilitasi begitu berleha-leha dan bermalas-malasan menghadiri liqo? Bukankah itu berarti kita telah mengkufuri nikmat-Nya?

Pernahkah sahabat bayangkan perasaan murabbi/murabbiyah sahabat yang telah susah payah meluangkan waktu dari segala kesibukannya, menyisihkan uang untuk membeli makanan ringan untuk mad’unya, serta berlelah-lelah menaiki kendaraan hanya untuk sekedar membimbing sahabat? Lantas, kita yang cukup duduk manis mendengarkan, mengapa masih malas datang?

Ingat sahabat, sekali kita meninggalkan dakwah, kali berikutnya, dakwahlah yang akan meninggalkan kita. Karena jika dakwah tidak bersama kita, ia bisa bersama orang lain, namun jika tidak bersama dakwah, kita akan bersama siapa?

Terakhir, kutuliskan ini teruntuk mereka, para murabbi/murabbiyah, jangan sampai langkah perjuangan kalian terhenti hanya karena mad’u yang menghadiri mentoring sangatlah sedikit. Sebab yang Allah lihat, bukanlah sekedar seberapa banyak orang yang telah kalian bimbing tapi yang Allah nilai adalah proses kalian membimbing mereka. Kita tidak pernah tahu rencana Allah, siapa tahu Allah tengah menguji keikhlasan kalian dalam menapaki dakwahnya. Mungkin saja, Allah hanya ingin memastikan bahwa setiap pengorbanan yang kalian lakukan memang semata-mata diniatkan karena-Nya.

 

Afwan jika banyak kekurangan serta istilah yang tidak seharusnya ditulis. Afwan pula jika dalam tulisan kali ini vea terlalu terbawa emosi. Kritik dan saran serta sharing pengalaman dinantikan di kotak komentar. Jadzakallah khairan katsira.

 

Bahan muhasabah diri yang seringkali mengkufuri nikmat-Nya,

Bumi Allah, 1 Juni 2013, 08.39

 

Invea Nur Mukti Lestari

Menjaga, Tak Sekedar Memperoleh

Ukhuwah. Begitu banyak orang membicarakan keindahannya. Salah satu karunia yang telah Allah berikan bagi umat manusia. Salah satu anugerah yang harganya jauh lebih mahal dari infak seluruh perbendaharaan yang ada di bumi, sebagaimana yang telah Allah cantumkan dalam firman-Nya,”Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, nisyaca kamu tidak dapat mempersekutukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Q.S.Al-Anfal: 63]

Ukhuwah. Mendengar kata tersebut, teringatkah dalam kepala sahabat awal-awal menjalin ukhuwah dengan teman seperjuangan sahabat? Terlintaskah bayangan saat sahabat pertama kali bertemu dengan teman seperjuangan sahabat? Terbayangkah masa-masa di mana sahabat dengan canggung memulai sebuah percakapan kecil yang berakhir dengan perkenalan dan teman seperjuangan yang baru? Ingatkah?

Betapa indahnya saat awal-awal kita menjalin ukhuwah dengan seorang teman seperjuangan yang baru. Awal-awal mengenalnya kita merasakan begitu banyak persamaan. Awal-awal mengenalnya kita saling berbagi semangat dakwah yang tinggi.

Namun, sadarkah sahabat, hakikatnya temen seperjuanganmu itu adalah amanah yang telah Allah beri padamu?

Ya, dia adalah amanah yang harus kau jaga. Pada dirinya terdapat hak-hak yang harus kita tunaikan. Mengingatkannya, mengajaknya bersama-sama menuju kebaikan, menjenguknya ketika sakit, mencintainya sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri, dan begitu banyak hak-hak lainnya yang harus kita penuhi. Pada dirinya terdapat juga cermin untukmu berkaca, sebagaimana yang telah Rasulullah sampaikan,”Mukmin yang satu adalah cermin bagi mukmin yang lain,”

Maka, pekerjaan seorang muslim kepada sesama tak hanya sekedar memperoleh ukhuwah. Pekerjaan seorang muslim kepada sesama tak hanya sekedar melebarkan jaringan tuk mendapatkan koneksi. Pekerjaan seorang muslim kepada sesama tak hanya sekedar itu. Ada pekerjaan lebih di balik itu. Ada amanah lebih di balik setiap perkenalan.

Menjaga, tak sekedar memperoleh.

Saat kita baru menjalin tali persaudaraan dengan seseorang, maka tugas kita berikutnya adalah menjaga ukhuwah tersebut. Saat kita baru memulai perkenalan dengan seseorang, maka tugas kita berikutnya adalah menjaga ukhuwah tersebut. Saat kita mendapatkan teman seperjuangan yang baru, maka tugas kita berikutnya adalah menjaga ukhuwah tersebut.

Menjaga ukhuwah tentu tak semudah yang kita bayangkan. Menjaga ukhuwah tentu akan jauh lebih sulit dibandingkan saat kita mengawali menjalin ukhuwah. Sebab dalam lika-liku ukhuwah, kau akan mendapati perbedaan. Sebab dalam lika-liku ukhuwah, kau akan mendapati goncangan. Sebab dalam lika-liku ukhuwah, kau akan mendapati ujian.

Ukhuwah itu ibarat sebuah kepercayaan. Kepercayaan mungkin pada awalnya begitu mudah didapatkan, namun dibutuhkan usaha lebih untuk menjaganya. Sahabat saya pernah berkata,”Kepercayaan itu ibarat kertas, sekali kita remas ia tak akan kembali sempurna. Sekali kita berkhianat, akan sulit untuk memperoleh kepercayaan kembali seperti semula,” [Seorang sahabat berinisal RA]. Pun jua dengan ukhuwah, jika kita merusaknya, tentu akan sulit bagi kita untuk menjalin kembali ukhuwah tersebut.

Oleh sebab itu, penting kiranya bagi kita untuk menjaga ukhuwah. Agar tali persaudaraan itu semakin kokoh. Agar cahaya permatanya semakin berkilau. Agar setiap pertemuannya semakin barakah. Pun jua agar ukhuwah kita seperti yang dilukiskan dalam hadits Rasulullah,” Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah.

Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.”

Rasulullah saw. pun bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab (kekeluargaan) dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama.

Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.”

Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah:“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Q.S. Yunus [10]: 62).

Alangkah rindunya kita untuk memperoleh semua itu. Betapa tentu kita mengharapkan untuk dapat kembali berkumpul bersama dengan semua teman seperjuangan kita di surga-Nya kelak. Semoga Allah menjadikan kita salah satu dari kaum yang telah digambarkan Rasulullah dalam haditsnya tersebut. Aamiin..

 

Bahan muhasabah untuk diri ini yang berkali-kali merusak ukhuwah suci. Maafkan diri ini yang seringkali mengecewakanmu, sahabat.

Bumi Allah, 14 Mei 2013, 19.47

Invea Nur Mukti Lestari

 

 

Tambahan ^^v

Namun, bagaimanakah jika tanpa sengaja kita telah merusak ukhuwah yang telah terjalin?

Maka yang perlu kita lakukan adalah berikhtiar dengan cara meminta maaf. Menurut Salim A Fillah, dalam ukhuwah terdapat sekeping mata uang yang paling mahal, di satu sisi ia bertuliskan,”Akuilah kesalahanmu,” dan di sisi lain terukir sebuah kalimat,”Maafkanlah saudaramu yang bersalah,”

Lalu, bagaimana jika sahabat kita tidak mau memaafkan kita dan justru malah menjauhi kita?

Bersabarlah, sahabat. Jika ikhtiar meminta maaf telah kau lakukan, berusaha menjalin kembali ukhuwah telah kau laksanakan, serta menyambung tali silaturahmi telah kau usahakan, namun ternyata ia tetap tak bergeming dan tetap tidak memaafkan kita, maka berdo’alah pada Allah. Mintalah pada-Nya untuk melembutkan hati sahabat kita agar ia mau memaafkan kita. Sesungguhnya, mudah bagi Allah untuk membolak-balikkan hati manusia. Di samping itu, marilah kita evaluasi diri kita. Mungkin saja usaha kita masih kurang cukup, mungkin saja dosa-dosa kita membuat benteng hijab terkabulnya do’a dari Allah, teruslah bermuhasabah dan berhusnudzonlah pada Allah. Dan tak lupa, tetaplah mendo’akan yang terbaik untuk sahabat kita sekalipun ia tak mengetahuinya, atau sekalipun ia menjauhi kita.

Dan di akhir, izinkan saya tutup notes kali ini dengan sebait mutiara yang tercantum dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A Fillah,

“Karena saat ikatan melemah,

Saat keakraban kita merapuh,

Saat salam terasa menyakitkan,

Saat kebersamaan serasa siksaan,

Saat pemberian bagai bara api,

Saat kebaikan justru melukai,

Aku tahu,

Yang rombeng bukan ukhuwah kita,

Hanya iman-iman kita,

Yang sedang sakit, atau mengerdil,

Mungkin dua-duanya,

Mungkin kau saja,

Tentu terlebih sering,

Imankulah yang compang-camping,”

 

Selamat menjalin ukhuwah, bersama menuju jannah-Nya!