Hujan, Permata Rahmat-Nya yang Membasahi Bumi

Sahabat, apa yang ada di dalam benak sahabat ketika tetesan-tetesan air jatuh membasahi bumi? Mulanya hanya setetes, namun, tak lama kemudian tetesan-tetesan itu saling berlomba jatuh menuju permukaan bumi yang tandus. Apa yang ada di benak sahabat saat tetesan itu mulai membasahi seragam sahabat yang baru sahabat pakai hari itu?

Mungkin kebanyakan dari kita akan menggerutu,”Uh, hujan lagi, hujan lagi! Baru aja seragam dipake udah basah gini. Mana nanti di jalan banjir, jemuran ngga kering. Kenapa sih harus turun hujan segala?”

Kita seringkali berpikir dengan spontan melihat suatu sisi dalam sudut pandang kerugian bagi diri kita. Sehingga, saat rahmat dari-Nya itu turun, ada kalanya kita membutakan mata hati kita sendiri dari sikap husnudzhan kepada Allah.

Padahal kalau kita mencoba untuk mentafakurinya, minimal dalam benak kita akan muncul sebuah pernyataan,”Allah pasti memiliki maksud dan rencana tersendiri dengan menurunkan hujan hari ini,”

Nah, biar nanti kita tak lagi mengeluhkan rintik-rintik hujan, yu kita bertafakur sejenak mengenai hujan.

Pertama, mari kita kaitkan antara hujan dengan tumbuhan. Sahabat tahu kan apa saja yang dibutuhkan tumbuhan untuk berfotosintesis? Yup, gas karbon dioksida, klorofil, cahaya matahari dan air! Terus, darimana itu tumbuhan mendapatkan air? Ada banyak kemungkinan, salah satunya adalah dari air hujan!

Di dalam surah Al-Baqarah ayat 22, Allah Azza wa Jalla berfirman,

“(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui,”

Bahkan hal ini diterangkan dengan lebih jelas lagi dalam surah An-Naml ayat 60,

Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran.)”

Hal yang sama diterangkan pula dalam ayat-ayat cinta-Nya yang lain. Sahabat dapat melihat sendiri dalam surah Luqman ayat 10, surah Ibrahim ayat 32, surat Qaaf ayat 9, surah Az-Zumar ayat 21, serta dalam ayat-ayat lainnya. Afwan, vea tidak bisa menuliskan semua ayatnya agar sahabat penasaran dan dapat mencarinya ^^v

—Tapi, ve, kan bisa saja tumbuhan itu mendapatkan air dari air PDAM yang sengaja kita siramkan pada mereka!—

It’s ok, sahabat, tapi, darimana air PDAM itu asal mulanya? Sahabat tahu sendiri kan, siklus air? Yup, air PDAM itu sendiri pada hakikatnya berasal dari air hujan. Allah bahkan telah menjelaskannya dalam surah Az-Zumar ayat 21,

“Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat,”

Nah, setelah membaca ayat-ayat dari al-qur’anul kariim di atas, sudahkah sahabat temukan manfaat dari air hujan yang telah Allah turunkan?

Sahabat, sekarang, coba renungkanlah ini, di sini, di negeri kita, di Indonesia, hujan yang turun masih tetesan air rahmat-Nya. Hujan yang turun masihlah rintikan air yang sangat bermanfaat untuk makhluk ciptaan-Nya. Hujan yang turun masihlah gerimis air yang menyegarkan bumi-Nya.

Sementara itu, saudara-saudara kita di Palestina, harus melewati harinya dengan rintikan peluru yang senantiasa menerjang tiada henti. Saudara kita di Palestina justru harus menyaksikan tetesan darah-darah syuhada yang membasahi tanah suci-Nya.

Namun, apakah sahabat pernah mendengar mereka mengeluh? Pernahkah dalam sebuah surat kabar maupun berita sahabat mendengar keluhan mereka? Pernahkah?

Jawabannya, tidak, sahabat! Hujan peluru tak membuat keimanan mereka turun. Hujan batu tak membuat mereka futur. Hujan senjata tak membuat mereka kufur.

Hujan peluru itu justru membuat keimanan mereka semakin naik. Hujan batu itu justru membuat mereka semakin bersemangat dalam jihad fisabilillah. Hujan senhata itu justru membuat mereka menjadi ahli syukur.

Lantas, sahabat, pantaskah kita mengeluhkan tetesan kasih sayang-Nya? Masih pantaskah kita mengkufuri air hujan yang jelas-jelas memberikan banyak manfaat untuk kita? Masih pantaskah kita menggerutu saat rintikan air hujan itu membasahi bumi kita?

Sahabat, ingatlah firman-Nya dalam surah Al-Furqan ayat 48-49,

Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih, agar (dengan air itu) Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus) dan Kami memberi minum kepada sebagian apa yang telah Kami ciptakan, (berupa) hewan-hewan ternak dan manusia yang banyak,”

Sahabat tahu, saat hujan curahan rahmat-Nya datang dengan begitu deras, merupakan salah satu waktu di mana kita dianjurkan berdo’a, itu merupakan salah satu waktu dimana terijabahnya do’a. Lantas, masih adakah alasan untuk tidak mensyukuri turunnya air hujan?

Perhatikanlah surah Al-Furqan ayat berikutnya, yakni ayat 50,

Dan sungguh, Kami telah mempergilirkan (hujan) itu di antara mereka agar mereka mengambil pelajaran; tetapi KEBANYAKAN MANUSIA TIDAK MAU (BERSYUKUR), bahkan mereka mengingkari (nikmat),”

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai ahli syukur.

Karena itu, kalau hujan turun, cobalah kita ganti gerutuan kita dengan sebuah kata indah penuh makna, “Alhamdulillah,”

 

Bahan muhasabah untuk diri ini yang seringkali lalai mensyukuri semua karunia-Nya.

Bumi Allah, 4 Desember 2012, 15.39

Invea Nur Mukti Lestari

Gelegar Sang Petir!

Semua bermula dari celutukan seseorang saat kami tengah berteduh dari setiap tetesan rahmat-Nya seraya bercengkrama. Entah dari mana mulanya sampai kami akhirnya membicarakan masalah suara alam yang begitu gagah. Petir.

…Petir misalnya. Seharusnya, kalau kita benar-benar bertafakur petir, justru bukan rasa takut pada petir yang muncul dalam diri kita, tapi seharusnya keyakinan kita akan kekuasaan dan kebesaran-Nya semakin bertambah…”

Kurang lebih seperti itulah perkatannya. Sederhana. Biasa. Tapi rasanya mengena. Hati ini pun dipenuhi dengan rasa penasaran yang cukup mendalam. Dan Yang Maha Kuasa, seolah mampu mendengar bisikan hatiku akhirnya memberikan diri ini waktu untuk mentafakuri petir di keesokan harinya.

Waktu menunjukkan sepuluh-lima menit akhir sebelum berkumandangnya adzan maghrib tika diri ini selesai berpamitan pada sahabat-sahabat stm. Hujan turun tak terlalu deras, juga tak terlalu bergerimis. Teringat akan ibu yang cemasnya bukan main jika diri ini pulang di atas waktu maghrib, akhirnya aku pun nekat menerobos hujan dan menaiki angkot meninggalkan mesjid ulul albab dan gerbang stm pembangunan, tempat di mana diri ini berkumpul dalam sebuah lingkaran cahaya, liqo tarbiyah.

Sepanjang perjalanan, suara petir yang menyambar tak henti-hentinya menggelegar. Diri ini pun teringat perkataan orang itu kemarin. Rasa penasaran itu kembali hadir. Mata ini pun menatap lekat langit, memperhatikan setiap goresan petir kekuasaan-Nya. Perlahan, lambat laun, timbul banyak pertanyaan dalam diri ini. Termenung diri ini dengan mata yang tak sedikit pun berkedip menatap setiap petir yang hadir bergantian menghiasi langit. Ada ucapan tasbih dan takbir di sana. Terpana diri ini. Subhanallah! Saat itu,. aku merasa betapa cantiknya petir yang selama ini sempat sedikit kutakuti.

Kuperhatikan terus goresan petir itu sampai akhirnya aku harus turun dari angkot. Bagaimana petir terbentuk? Kenapa bentuk petir itu bercabang? Kenapa petir ngga berbentuk lurus saja? Berbagai pertanyaan semacam itu muncul di benakku.

Setibanya di rumah, lekas-lekas diri ini membaca buku mencari tahu. Bibir ini tak henti-hentinya mengucap asma-Nya saat memperoleh jawaban dari semua pertanyaan. Sebuah senyuman muncul menghias. Perkataan orang itu memang benar.

—————————-

Sahabat, pernahkah kita mencoba merenungi sesuatu? Semua yang terjadi? Semua yang telah Dia ciptakan di muka bumi ini? Pernahkah kita berusaha mencari tahu akan suatu hal hanya dengan tujuan agar semakin bertambah keimanan dan ketaqwaan kita? Pernahkah?

Pernahkah sahabat berpikir bahwa semua yang telah Allah ciptakan memiliki pesonanya tersendiri?

Tak perlu jauh-jauh, dari dalam diri kita saja, khususnya pada bagian terkecil dari makhluk hidup, sel. Tahukah sahabat dalam sel yang begitu kecil terdapat organel-organel sel yang begitu kompleks dan rumit yang bahkan sistem kerjanya melebihi dari sistem kerja yang selama ini digunakan manusia. Bahkan para ilmuwan dan peneliti pun terpana saat menyaksikan sendiri fakta tersebut.

Pernahkah sahabat berpikir siapa yang mengatur fungsi-fungsi setiap organel sampai-sampai tak ada kesalahan sedikit pun dalam bekerja? Mampukah tubuh kita mengendalikan fungsi-fungsi tersebut? Jawabannya tidak sahabat! Kita tidak mampu mengendalikan fungsi-fungsi tersebut karena pada hakikatnya sel-sel yang selama ini bekerja tiada henti itu bukanlah milik kita. Tapi, semua itu semata-mata hanyalah titipan dari-Nya. Hanya Dia-lah yang mampu mengatur fungsi-fungsi organel semua makhluk ciptaan-Nya.

Itu baru sebuah sel sahabat, belum jaringan dalam tubuh kita, belum organ, sistem organ, belum sistem organ hewan, tumbuhan, alam semesta.

Ibrah itu banyak, sahabat. Dia berserakan di mana-mana. Yang menjadi pertanyaan, sejeli apa kita dalam mencarinya? Buka mata hati sahabat, siapa tahu hikmah itu sebenarnya ada tepat di depan mata sahabat, hanya saja sahabat terus menutup-nutupinya dengan berpura-pura tak tahu dan tak mau tahu.

Maka, jangan sampai diri kita menjadi golongan manusia yang Dia sebutkan dalam firman-Nya di surah Al-A’raf ayat 179,

Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki HATI, tetapi TIDAK DIPERGUNAKANnya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai MATA, (tetapi) TIDAK DIPERGUNAKANnya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai TELINGA, (tetapi) TIDAK DIPERGUNAKANnya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah,”

Hii, naudzubillahimindzalik..

Edisi Petir ini spesial untuk ‘orang itu,’ sang pengagum petir, penyuka tafakur, syukran, kata renungannya begitu meresapi qalbu ^^v

 

Bahan muhasabah untuk diri ini yang terkadang mengkufuri nikmatnya dengan tidak menggunakan apa yang telah Dia amanahkan.

Bumi Allah, 26 November 2012, 20.34

Invea Nur Mukti Lestari