“Gagal itu bukan masalah, yang jadi masalah adalah jika kau tak dapat mengambil hikmah darinya.”
Sudah tabiat manusia, menganggap kegagalan sebagai batu sandung. Ranjau berduri tuk meraih keberhasilan. Maka kehadirannya seringkali dikeluhi. Bahkan tak jarang bayang-bayangnya ditakuti. Lantas, jika memang seperti itu, mengapa Allah turunkan kegagalan untuk kita?
Pada hakikatnya, di balik sebuah kegagalan, Allah telah sisipkan setidak-tidaknya sebuah hikmah di baliknya. Bahkan, jika kita mau membuka mata hati kita untuk menatap lebih jauh, ada berjuta ibrah di baliknya.
Lewat sebuah kegagalan, Allah kirimkan berjuta kebaikan. Sebab di sebalik kegagalan, ada lahan muhasabah yang telah Allah turunkan. Sebab dengan kegagalan, kita dapat menilai dan mengukur diri. Telah sejauh manakah kita berjuang? Telah setulus apakah kita bertawakkal? Hingga di akhirnya, Allah ingin kita mengevaluasi diri. Di manakah bagian yang harus kita perbaiki?
Lewat sebuah kegagalan, Allah kirimkan berjuta kebaikan. Sebab dengan adanya kegagalan, kau akan berikhtiar lebih dalam berjuang. Sebab dengan banyaknya pengorbanan, akan menghasilkan cinta yang lebih dalam. Lantas, tidakkah kita berpikir bahwa kegagalan adalah jalan tuk membuktikan cinta kita padaNya?
Lewat sebuah kegagalan, Allah kirimkan berjuta kebaikan. Sebab dengan adanya kegagalan, Allah ingin kau terus berharap. Sebab dengan adanya kegagalan, Allah ingin kau terus mendekat. Lantas, tidakkah kita berpikir bahwa kegagalan adalah sebuah isyarat bahwa Allah ingin bermesra denganmu?
Lewat sebuah kegagalan, Allah kirimkan berjuta kebaikan. Sebab dalam sebuah kegagalan, Allah sisipkan sebuah parameter bernama keikhlasan. Sebab dengan sebuah kegagalan, Allah hendak mengujimu, benarkah semua yang kau lakukan itu hanya karenaNya?
Lantas, jika melihat jutaan kebaikan itu, masih pantaskah kita mengeluhkan kegagalan jika pada hakikatnya ia adalah salah satu anugerah yang sepatutnya kita syukuri? Karena yang terpenting itu bukanlah seberapa sukses atau gagal dirimu, namun seberapa dekat dirimu dengan Allah dalam melewati setiap peristiwa itu.
Bahan muhasabah diri yang seringkali mengkufuri nikmatnya,
Bumi Allah, 29 Mei 2013, 22.35
Invea Nur Mukti Lestari